22 Oktober 2009

Gambar Nabi Muhammad saat muda versi agama syiah

Bertahun-tahun diterbitkan gambar yang disebut sebagai gambar masa mudanya Nabi Muhammad saw di Iran. Masyarakat Iran di samping menunjukkan rasa suka terhadap gambar itu, mereka juga mempertanyakan keabsahannya. Sebagian menyebutkan bahwa gambar itu dilukis oleh pendeta Buhaira yang sempat mengiringi Nabi Muhammad saw bersama pamannya ke Syam. Pada kenyataannya, banyak yang meragukan jawaban ini. Tulisan berikut ini adalah usaha untuk mencari sumber asli gambar masa muda Nabi Muhammad saw. Para penulis berusaha mengargumentasikan dari mana asal gambar itu. Namun, kelihatannya, masalah ini senantiasa terbuka untuk dijadikan kajian. Tulisan ini adalah hasil terjemahan yang dilakukan oleh Rasul Ja’fariyah dari makalah yang judul aslinya the story of picture shiite depictions of muhammad, pierree centlive & micheline centlivres-desmont dalam majalah ISIM review 17, spring 2006, hal 18-19.

Syiah Iran punya pengalaman yang cukup panjang dalam menggambarkan keluarga Nabi Muhammad saw dan Nabi sendiri. Pada akhir-akhir dekade 90 –an poster yang menggambarkan wajah Nabi Muhammad saw di cetak di Iran dan menjadi salah satu poster terlaris. Dalam poster itu menggambarkan wajah masa muda dari Nabi Muhammad saw.

Saat ini, poster ini dicetak dengan mempergunakan teknologi modern dengan alat dan teknik yang beragam. Sekalipun demikian, struktur gambar masih mempertahankan gaya tradisionalnya. Warna yang dipakai masih mempertahankan kesederhanaan. Namun, tetap saja memiliki kelebihan yang membedakannya secara mudah dari gambar yang lain seperti pedang Ali as yang memiliki dua mata.

Penggambaran yang akan kami bawakan berbeda dengan penggambaran sebelumnya. Gambar seorang pemuda tampan, mata sendu dan wajah yang menenangkan hati mengingatkan orang akan gambar-gambar di zaman Renaisan. Terutama gambar-gambar tentang pemuda yang dilukis oleh Caravagio seperti lukisan Boy Carrying a Fruit Basket yang berada di galeri Borghese, Roma dan lukisan Saint John The Baptist di museum Capitole. Kelembutan bak beludru, mulut yang setengah terbuka dan tatapan sendu.

Sekalipun ada beberapa naskah dari gambar ini, namun semuanya menunjukkan kesan muda dan di bawahnya tertulis “Muhammad Rasulullah”, bahkan sebagian memberikan informasi lebih detil tentang periode kehidupan Nabi ketika lukisan ini dilukis serta sumber lukisan sekaligus.

Penemuan menarik

Pada tahun 2004, ketika menyaksikan pameran foto dua orang seni rupa Lehnert dan Landrock, secara tidak disengaja akhirnya tersingkap juga sumber poster Iran itu. Itu dapat dilihat di foto Lehnert sepanjang tahun 1904-1906 yang diambilnya di Tunisia. Foto ini kemudian pada dekade 20 –an dicetak dalam kartu ucapan selamat.

Radolf Franz Lehnert (1878-1948) adalah warga negara Chekoslowakia sekarang. Pada tahun 1904 bersama Ernst Heinrich Landorck (1878-1966) berkebangsaan Jerman, bersama-sama menuju Tunisia. Lehnert sebagai fotografer dan Landrock sebagai penerbit dan direktur. Tahun sebelumnya, Lehnert pernah tinggal sebentar di Tunisia. Saat itulah ia jatuh cinta dengan alam di sana dan penduduknya. Keduanya membangun perusahaan L & L yang beroperasi di bidang penerbitan foto-foto dari pemandangan indah Tunisia dan Mesir. Hasilnya adalah ribuan foto dan kartu dengan gambar daerah ini yang dicetak.

Lehnert pernah mengenyam pendidikan di Yayasan Seni Grafis di Vienna. Ia punya hubungan dengan anggota Pictorialist yang menganggap foto sebagai karya seni. Foto-foto Lehnert tidak saja berbicara mengenai gurun pasir, bukit-bukit pasir, pasar dan kawasan penduduk Tunisia, tapi juga foto-foto dari remaja putra dan putri yang umurnya antara anak dan remaja dan masih memiliki wajah antara laki dan wanita. Foto-foto ini biasanya diambil sesuai dengan pesanan pembeli Eropanya. Foto tentang dunia Timur yang memberikan nuansa lain.

Lehnert sangat memanfaatkan kesempatan ini, namun ia juga mengolah kejeniusannya dalam menyiapkan karyanya. Foto-fotonya dicetak dalam bentuk perak, dalam bentuk gambar timbul dan dibuat dalam empat warna. Kebanyakan dari kartu ucapan selamatnya ini dicetak di Jerman sejak tahun 1920 dan disebarkan di Mesir.

Cetakan-cetakan dan teks yang sesuai

Tidak diragukan bahwa kartu yang ditunjukkan dalam bentuk 1, berdasarkan penomoran L & L, nomornya adalah 106 dikenal dengan poster Iran. Yang lebih menarik nama kartu nomor 106 adalah Muhammad. Ini dengan sendirinya dapat menunjukkan mengapa pelukis Iran menjadikannya sebagai model untuk lukisan Nabi Muhammad saw. Tidak ragu lagi, semua naskah yang ada dari foto ini menjadikan foto nomor 106 sebagai contoh dengan perbedaan bahwa naskah pertama lebih sesuai dengan foto yang asli. Dengan demikian, Lehnert tanpa disengaja ditempatkan dalam hati sebuah legenda.

Pertanyaan mengenai hubungan antara wajah Nabi Muhammad saw dan wajah remaja Tunisia belum mendapatkan jawabannya. Lukisan seorang remaja tertawa dengan mulut setengah terbuka, memakai sorban dan bunga melati di telinga. Wajah yang sama dalam kartu yang lain dengan judul Ahmad, seorang remaja Arab dan lain-lainnya.

Kami belum mampu menyingkap perjalanan foto yang dicetak di dekade 20 –an yang sampai di tangan penerbit Teheran dan Qom di dekade 90 –an. Namun, masih ada pertanyaan apa yang menyebabkan penerbit Iran menemukan adanya kesamaan antara wajah Nabi Muhammad semasa remajanya dengan seorang remaja Tunisia?

Sebelum perang dunia pertama, gambar Muhammad di majalah National Geographic pada bulan Januari tahun 1914 dalam sebuah artikel dengan judul “Inja va Anja Dar Shumal Afriqa” (Di sana dan di sini di Utara Afrika), di bawahnya tertulis “Arabi ba Yek Gol” (Seorang Arab dengan sebuah bunga). Pada dekade dua puluhan, kartu seri Tunisia L & L sangat disukai oleh tentara Prancis di Utara Afrika. Pada dekade 80 dan 90 –an banyak buku yang dicetak yang memuat foto-foto ini, namun judulnya bukan Muhammad.

Naskah Iran yang sekarang sudah ada perubahan. Wajah yang menipu itu masih terjaga, namun keindahan wajahnya agak berkurang. Pundak sebelah kirinya agak lebih tertutup dengan kain, mulut dan matanya sudah mengalami perbaikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa seniman Iran berusaha untuk mengurangi sisi keindahan foto Lehnert, sehingga foto itu tidak lagi terlalu menarik dan diberikan tambahan agar terlihat sebagai orang suci.

Akar Kristen?

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sebagian tulisan menganggap bahwa hasil karya ini punya hubungan dengan Kristen dan bukan Islam. Masalah ini memberi justifikasi tidak berdosanya seorang muslim melihat wajah Nabi atau melukiskannya. Lebih dari pada itu, orang-orang Kristen menganggap Nabi Muhammad saw sejak mudanya sebagai pribadi yang suci. Kisah pendeta Kristen Katolik atau Ortodoks bernama Buhaira menyimpulkan itu. Berdasarkan kisah itu, pada abad 9 atau 10 Buhaira berusaha mencari Nabi Muhammad saw berdasarkan tanda-tanda yang dimiliki Nabi di antara pundaknya. Nabi akan datang semestinya berkata: “Ketika saya menengok ke langit dan bintang-bintang, saya merasa di atas bintang-bintang”. Ini juga sebuah alasan disebagian gambar Nabi Muhammad saw ada latar belakang bintang-bintang.

Sekalipun sampai saat ini tidak ada penggambaran tentang wajah Nabi Muhammad saw di masa mudanya, namun penggambaran itu ada dalam bentuk dewasanya. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw memiliki kulit putih, mata hitam, alis yang tebal,gGigi teratur dan rambut bergelombang. Bentuk yang digambarkan itu dapat ditemukan dalam poster Iran. Pada hakikatnya ini adalah sebuah gambar dari sebuah gambar lain. Dengan kata lain, pelukis Iran mengambil model Nabi Muhammad saw yang mencerminkan keindahan, keremajaan dan keserasian.

Untuk membela diri pihak syiah berkata :

Kepada seluruh pembaca, artikel ini memang dapat dipandang dari berbagai sudut. Namun apapun itu, kita semestinya menyikapinya dengan arif.

Perlu upaya serius mengkaji sosiologi agama terutama yang berkenaan dengan Syiah. Diharapkan kita dapat memilih dan memilah mana agama yang sebenarnya dan mana perilaku masyarakat yang terkadang tanpa disadari diakui sebagai agama. Ada perilaku masyarakat yang diperbolehkan oleh agama melalui proses taqrir, di mana kita tidak melulu mengklaim segala sesuatu harus ada dalil sehingga dapat dikatakan sesuai dengan Islam.

Dalam banyak hal kita tidak punya hadis-hadis yang menjelaskan seluruh masalah, solusinya dapat ditemukan dalam konsep taqrir yang selama ini sering dilupakan. Kita lebih sering mengucapkan bahwa ini dan itu haram karena tidak ada dalilnya, padahal konsep taqrir Nabi memberikan ruang yang cukup luas bagi kita untuk beraktifitas. Selama ini penekanan pada Sunah Nabi hanya pada ucapan dan perbuatannya, padahal ada konsep taqrir juga.

Lalu gimana?

Dalam konsep taqrir kita dibawa kepada sebuah konsep yang lebih luas. Sesuatu disebut sebagai agama, dapat diklaim sebagai ajaran Islam, cukup dengan kita tidak mengetahui adanya larangan Islam tentang masalah itu. Bukannya sesuatu itu disebut sebagai ajaran Islam karena tahu ada perintah tentang masalah itu. Artinya, cukup dengan tidak ada larangan, maka sesuatu itu dapat dikategorikan ajaran Islam. Dengan demikian, klaim universalitas Islam akan lebih mudah.

Nah, mengenai masalah lukisan juga semestinya disikapi secara arif. Bahwa lukisan pada awalnya adalah sebuah hasil karya seni manusia. Islam tidak pernah melarang apa lagi membenci seni sebagai hasil kreativitas manusia. Namun, sebagaimana biasanya, Islam memberikan batasan-batasan, atau dalam kasus-kasus tertentu memberikan keringanan.

Cara pandang ini membuat kita dengan mudah memaknai hadis-hadis yang menyebutkan tentang keharaman lukisan. Dan masalah ini sudah banyak yang mengkajinya. Salah satu alasannya karena pada waktu itu keimanan sebagian para sahabat belum begitu kuat setelah sebelumnya adalah penyembah berhala yang juga merupakan hasil seni. Artinya, sebab pengharaman bukan pada hasilnya, tetapi bagaimana cara pandang kita terhadap lukisan dan hasil seni itu (tentunya, hasil karya seni yang sesuai dengan syarat-syarat Islam).

Ini sebuah solusi berkenaan dengan masalah lukisan secara universal, bahkan dapat ditarik ke masalah-masalah seni lainnya.

Masalah selanjutnya, tentang apakah benar lukisan Nabi Muhammad saw yang diklaim selama ini sebagai lukisan Nabi punya argumentasi jelas yang dapat dipertanggungjawabkan?

Makalah yang dimuat oleh infosyiah menganggap keyakinan bahwa itu adalah lukisan Nabi tidak benar. Dengan alasan-alasan yang telah dibawakan oleh penulis artikel. Bila dikhawatirkan bahwa orang awam akan memahami bahwa itu adalah ajaran Syiah, maka ini hanya kekhawatiran yang perlu dibuktikan lagi. Makalah ini ingin membuktikan bahwa ini bukan ajaran Syiah tapi, sebagai realita pernah ada yang meyakininya seperti itu dan itu tidak benar.

Kekhawatiran itu tidak perlu ada bila kita senantiasa bersikap kritis terhadap keyakinan kita dan apa yang terjadi dalam masyarakat Syiah sendiri. Bila tidak ada penjelasan-penjelasan rasional terhadap sebuah masalah, maka yang timbul adalah sebuah keyakinan tanpa dasar yang berpotensi menyimpang dikemudian hari.

Banyak pandangan berseliweran dalam masyarakat Syiah. Tapi mengapa hanya ini yang dikhawatirkan sebagai ajaran Syiah? Bila sportif, penyelewengan beberapa ajaran Syiah, sekalipun halal, dalam masyarakat Syiah bahkan sudah dianggap sebagai citra Syiah. Lalu mengapa sampai saat ini kita mendiamkannya? Kita perlu mempertanyakannya kepada diri kita sendiri…

Pada tataran wacana pun kita demikian. Banyak wacana pemikiran yang tidak seharusnya disampaikan kepada kalangan awam Syiah, tapi karena satu dan lain hal, itu ternyata disampaikan juga. Yang akhirnya hanya membuat masalah tidak kunjung henti.

Apa yang dimuat dengan tujuan:

1. Menjelaskan masalah apa adanya, tanpa perlu ditutup-tutupi (selama tidak masuk kategori SARA).
2. Menganalisa masalah secara ilmiah.
3. Obyektif menilai diri kita sendiri, sebagaimana kita berusaha obyektif menilai orang lain.
4. Mengajak untuk berani bersikap.

Artikel ini akan infosyiah cabut bila yang mengusulkannya lebih dari dua ratus orang. Karena masih sesuai dengan misi infosyiah “mencerahkan”. Siapa saja dapat memilih dan memilah mana yang ajaran Syiah dan mana yang hasil produksi budaya.

Dan ini salah satu komentar penganut agama syiah :

Asslamu’alaikum
Jauh bertahun-tahun sebelum artikel ini muncul,saya telah memiliki lukisan tersebut, bagi kami para pelulis wajah maksumin as tidaklah sembarangan, jika hal tersebut tercela maka para marji’ akn melarang hal tsb sjk lama, dlm hal ini bukan menduga atau prasangka, berfikirlah obyektif,rentetan sejarah tlh membuktikan bgmn wajah para maksumin dilukis, andai semua orang tau bhwa lujisan wajah Imam Ali as saja tlh dipajang dikerajaan roma (pd zaman Imam Ali) sebagai simbol kepahlawanan..jd lukisan tersebut bkn hal baru,dan tdk mnutup kemungkinan lukisan wajah para maksumin yg lain..skli lagi jika lukisan (misal) Imam Husain as yg sll dipajang dijalan2 iran stiap perayaan asyura jika lukisan itu asal dibuat maka para marji pasti akn melarang,nmn kenyataan tdk..kita ini awam dan masih taklid(wlpn mngkin mslh ini tdk berhub dg fiqih,mungkin),jd berfikirlah “terbuka”,mslh percaya ato tidak itu hati yg mnentukan dan msg2 orang bs berdeda pendapat..Bg yg membawa hadis mngnai lukisan dilarang olh Rasul saww (dan itu mmg bnr skli) cb skli lg pljari hadis trsebut,apa maksud hadis tesb,dan cb bc hadis2 dr Imam Ja’far as mngenai lukisan2 yg dilarang olh Rasul saww. Dan dlm ksmptn ini saya katakan tidak ada yg mengikuti orang nasrani dalam hal lukisan para maksum as, kita puta berbagai ilmu dari pintu kota ilmu,sdgkn yg brprasangka itulah orang2 nasarani.. wassalam. (Sumber)

0 komentar: