24 Juni 2010

Kisah Batu Kecil

0 komentar

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya.
Pekerja itu berteriak-teriak,tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama.

Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas? Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

Tuhan kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Seringkali Tuhan melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu, agar kita selalu mengingat
kepadaNya, Tuhan sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.


Karena Allah atau Karena Rumput?

0 komentar


Diceritakan bahwa Nabi Musa as. pernah mengeluh kepada Allah SWT karena menderita sakit gigi. Maka Allah SWT memerintahkan: “Ambillah rumput orang itu dan letakkan pada gigimu!”

Lalu Nabi Musa as. melakukan apa yang telah diperintahkan Allah SWT,sehinga sakitnya mereda seketika. Kemudian setelah beberapa saat, sakit gigi yang dialami Nabi Musa as. kambuh lagi. Maka Nabi Musa as. mengambil kembali rumput itu dan meletakkan pada giginya. Ternyata yang terjadi bukan sakitnya berkurang, melainkan bertambah parah beberapa kali lipat.

Merasa sakitnya makin parah, Nabi Musa as. pun mengadu kembali kepada Allah SWT: “Ya Tuhanku, bukankan engkau menyuruhku melakukan ini dan telah menunjukkan aku padanya?”

Allah SWT menjawab: “Hai Musa, Akulah yang menyembuhkan dan Akulah yang menyehatkan. Aku yang memberi bencana dan akulah yang memberi manfaat. Engkau menuju kepada-Ku untuk yang pertama, lalu aku hilangkan penyakitmu. Sekarang engkau menuju rumput dan tidak menuju kepada-Ku.”


*) Disarikan Nuruzh-Zhalâm karya Syekh Nawawi Banten (www.sidogiri.net)


Jejak Kedermawanan Rasulullah

0 komentar

Sayyidina Umar bin Khattab bercerita, suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya. Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.”

Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah janganlah memberi diluar batas kemampuanmu.” Rasulullah tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, “Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah tersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Turmudzi).

Jubair bin Muth’im bertutur, ketika ia bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba orang-orang mencegat beliau dan meminta dengan setengah memaksa sampai-sampai beliau disudutkan ke sebuah pohon berduri.

Kemudian salah seorang dari mereka mengambil mantelnya. Rasulullah berhenti sejenak dan berseru, ”Berikan mantelku itu! Itu untuk menutup auratku. Seandainya aku mempunyai mantel banyak (lebih dari satu), tentu akan kubagikan pada kalian (HR. Bukhari)

Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW bercerita, suatu hari Rasulullah masuk ke rumahku dengan muka pucat. Aku khawatir beliau sedang sakit. “Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begini?” tanyaku.

Rasulullah menjawab, ”Aku pucat begini bukan karena sakit, melainkan karena aku ingat uang tujuh dinar yang kita dapat kemarin sampai sore ini masih berada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.” (HR Al-Haitsami dan hadistnya sahih).

Aisyah berkata, suatu hari, ketika sakit, Rasulullah SAW menyuruhku bersedekah dengan uang tujuh dinar yang disimpannya di rumah. Setelah menyuruhku bersedekah, beliau lalu pingsan. Ketika sudah siuman, Rasulullah bertanya kembali: “Uang itu sudah kau sedekahkan?” “Belum, karena aku kemarin sangat sibuk,” jawabku Rasulullah bersabda, “Mengapa bisa begitu, ambil uang itu!”.
Begitu uang itu sudah di hadapannya, Rasulullah lalu bersabda, “Bagaimana menurutmu seandainya aku tiba-tiba meninggal, sementara aku mempunyai uang yang belum kusedekahkan? Uang ini tidak akan menyelamatkan Muhammad seandainya ia meninggal sekarang, sementara ia mempunyai uang yang belum disedekahkan,”. (HR Ahmad).

Sahl bin Sa’ad bertutur, suatu hari datang seorang perempuan menghadiahkan kepada Nabi Saw sepotong syamlah yang ujungnya ditenun (syamlah adalah baju lapang yang menutup seluruh badan). Perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, akulah yang menenun syamlah ini dan aku hendak menghadiahkannya kepada Engkau.” Rasulullah pun sangat menyukainya. Tanpa banyak bicara, beliau langsung mengambil dan memakainya dengan sangat gembira dan berterima kasih kepada wanita itu. Rasulullah betul-betul sangat membutuhkan dan menyukai syamlah tersebut.

Tidak lama setelah wanita itu pergi, tiba-tiba datang seorang laki-laki meminta syamlah tersebut. Rasulullah pun memberikannya. Para sahabat yang lain lalu mengecam laki-laki tersebut. Mereka berkata, “Hai Fulan, Rasulullah sangat menyukai syamlah tersebut, mengapa kau memintanya? Kau kan tahu Rasulullah tidak pernah tidak memberi kalau diminta?” Laki-laki itu menjawab, “Aku memintanya bukan untuk dipakai sebagai baju, melainkan untuk kain kafanku nanti kalau aku meninggal”. Tidak lama kemudian, laki-laki itu meninggal dan syamlah tersebut menjadi kain kafannya. (HR Bukhari).

Beberapa kisah diatas hanyalah sebutir jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW. Kisah-kisah lainnya bagaikan gunung pasir tertinggi yang takkan pernah sanggup diimbangi oleh siapapun, termasuk para sahabat-sahabat terdekatnya di masa beliau masih hidup. Sahabat-sahabat Rasulullah hanya bisa meniru kedermawanan yang diajarkan Baginda Rasul itu, yang kemudian menambah panjang jejak sejarah kedermawanan yang dicontohkan Nabi dan para sahabatnya.

Lihatlah Thalhah bin Ubaidillah, seorang sahabat yang kaya raya namun pemurah dan dermawan. “Sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah” adalah lukisan tentang kedermawanan seorang Thalhah. Isterinya bernama Su’da binti Auf. Pada suatu hari isterinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang isteri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah mejawab, “Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?”

Maka istrinya berkata, “Uang yang ada di tanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir miskin.” Maka dibagi-baginyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun.

Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, “Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya.”

Jaabir bin Abdullah bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta.” Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si pengalir harta”, “Thalhah kebaikan dan kebajikan”.

Sahabat lain yang mengukir jejak indah kedermawanan mencontoh Nabi adalah Tsabit bin Dahdah yang memiliki kebun yang bagus, berisi 600 batang kurma kualitas terbaik. Begitu turun firman Allah, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (pembayaran) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (Al-Hadid: 11). Dia bergegas mendatangi Rasulullah untuk bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Allah ingin meminjam dari hambanya?”

“Benar,” jawab Rasulullah.

Spontan Tsabit bin Dahdah mengacungkan tangannya seraya berkata, “Ulurkanlah tangan Anda, wahai Rasulullah.”

Rasulullah mengulurkan tangannya, dan langsung disambut oleh Tsabit bin Dahdah sambil berkata, “Aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kupinjamkan kebunku kepada Allah.” Tsabit sangat gembira dengan keputusannya itu. Dalam perjalanan pulang dia mampir ke kebunnya. Dilihatnya isteri dan anak-anaknya sedang bersantai di bawah pepohonan yang sarat dengan buah.

Dari pintu kebun, Dipanggillah sang isteri, “Hai Ummu Dahdah! Ummu Dahdah! Cepat keluar dari kebun ini, Aku sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah!” Isterinya menyambut dengan suka cita, “Engkau tidak rugi, suamiku, engkau beruntung, engkau sungguh beruntung!” Segera dikeluarkannya kurma yang ada di mulut anak-anaknya seraya berkata, “Ayahmu sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah.”

Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, “Berapa banyak pohon sarat buah yang kulihat di surga atas nama Abu Dahdah.” Artinya, Allah memberi Tsabit bin Dahdah pohon-pohon yang berbuah lebat di surga sebagai ganti atas pemberiannya kepada-Nya di dunia.

Indah nian jejak-jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW, lebih indah lagi apa-apa yang dijanjikan Allah atas apa yang diberikan di jalan-Nya. Karenanya, seluruh sahabat pada masa itu berlomba-lomba mengikuti jejak Nabi dalam segala hal, termasuk tentang kedermawanan. Semoga, jejak kedermawanan itu terus terukir pada ummat Muhammad hingga kini selama kita masih terus meleburkan diri pada rantai jejak indah itu, dan mengajarkannya kepada anak-anak dan penerus kehidupan ini.(Sumber)

Kisah Sufi Penyayang Binatang

0 komentar

Mungkin sulit sekali mencari penyayang binatang semacam Syekh Ahmad ar-Rifa’i. Beliau adalah tokoh sufi besar pendiri tarekat Rifa’iyah, sebuah ordo sufi yang memiliki banyak pengikut, terutama di daratan Afrika Utara.

Konon, bila ada nyamuk hinggap dan menggigitnya, beliau tidak pernah mengusirnya. Bila ada orang hendak mengusir nyamuk yang menggigit tubuh beliau itu, beliau justru melarangnya.

“Biarkan nyamuk ini minum dari darah yang telah dijadikan sebagai bagian rejekinya oleh Allah,” kata beliau.

Bila ada belalang hinggap di pakaiannya saat sedang berjalan di bawah terik matahari, maka beliau mencari tempat yang teduh. Beliau duduk berdiam diri di situ sampai belalang itu pergi sendiri. “ Belalang ini ingin berteduh dengan bantuan kita,” katanya.

Konon pernah ada seekor kucing tidur di atas lengan baju miliknya. Beliau tidak sedikitpun mengganggunya sampai kucing itu bangun sendiri dan pergi. Ketika waktu salat tiba, Syekh ar-Rifa’I tetap tidak mau menarik lengan bajunya. Beliau malah menggunting lengan bajunya itu, lalu pergi salat. Setelah kucing itu bangun dan pergi, beliau menjahit kembali lengan bajunya itu. Subhanallah!

Suatu waktu, Syekh ar-Rifa’I pernah mendapati seekor anjing dengan tubuh nyaris hancur penuh kudis. Anjing itu diusir penduduk karena tubuhnya betul-betul menjijikkan. Maka, Syekh mengantarkannya ke sebuah gurun tak berpenghuni. Di tempat itu, beliau membuatkan sebuah kandang yang teduh untuk anjing tersebut. Lalu beliau meminyaki tubuhnya, menyediakan makan dan minumnya, juga menggosok kudisnya dengan sebuah kain. Setelah anjing itu sembuh, beliau membawakan air hangat, lalu memandikannya.(Sumber)

Keutamaan Ali Bin Abu Thalib R.a.

0 komentar

Pada suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyatakan bahwa dirinya diibaratkan sebagai kota ilmu, sementara Sayidina Ali bin Abi Thalib adalah gerbangnya ilmu. Mendengar pernyataan yang demikian, sekelompok kaum Khawarij tidak mempercayainya. Mereka tidak percaya, apa benar Ali bin Abi Thalib cukup pandai sehingga ia mendapat julukan "gerbang ilmu" dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Berkumpullah sepuluh orang dari kaum Khawarij. Kemudian mereka bermusyawarah untuk menguji kebenaran pernyataan Rasulullah tersebut. Seorang di antara mereka berkata, "Mari sekarang kita tanyakan pada Ali tentang suatu masalah saja. Bagaimana jawaban Ali tentang masalah itu. Kita bisa menilai seberapa jauh kepandaiannya. Bagaimana? Apakah kalian setuju?"


"Setuju!" jawab mereka serentak.


"Tetapi sebaiknya kita bertanya secara bergiliran saja", saran yang lain.

"Dengan begitu kita dapat mencari kelemahan Ali. Namun bila jawaban Ali nanti selalu berbeda-beda, barulah kita percaya bahwa memang Ali adalah orang yang cerdas."


"Baik juga saranmu itu. Mari kita laksanakan!" sahut yang lainnya.

Hari yang telah ditentukan telah tiba. Orang pertama datang menemui Ali lantas bertanya, "Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?"


"Tentu saja lebih utama ilmu," jawab Ali tegas.


"Ilmu adalah warisan para Nabi dan Rasul, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir'aun, Namrud dan lain-lainnya, " Ali menerangkan.


Setelah mendengan jawaban Ali yang demikian, orang itu kemudian mohon diri.

Tak lama kemudian datang orang kedua dan bertanya kepada Ali dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?"


"Lebih utama ilmu dibanding harta," jawab Ali.


"Mengapa?"


"Karena ilmu akan menjaga dirimu, sementara harta malah sebaliknya, engkau harus menjaganya."

Orang kedua itu pun pergi setelah mendengar jawaban Ali seperti itu. Orang ketiga pun datang menyusul dan bertanya seperti orang sebelumnya.


"Bagaimana pendapat tuan bila ilmu dibandingkan dengan harta?"

Ali kemudian menjawab bahwa, "Harta lebih rendah dibandingkan dengan ilmu?"


"Mengapa bisa demikian tuan?" tanya orang itu penasaran.


"Sebab orang yang mempunyai banyak harta akan mempunyai banyak musuh. Sedangkan orang yang kaya ilmu akan banyak orang yang menyayanginya dan hormat kepadanya."


Setelah orang itu pergi, tak lama kemudian orang keempat pun datang dan menanyakan permasalahan yang sama. Setelah mendengar pertanyaan yang diajukan oleh orang itu, Ali pun kemudian menjawab, "Ya, jelas-jelas lebih utama ilmu."


"Apa yang menyebabkan demikian?" tanya orang itu mendesak.


"Karena bila engkau pergunakan harta," jawab Ali, "jelas-jelas harta akan semakin berkurang. Namun bila ilmu yang engkau pergunakan, maka akan semakin bertambah banyak."

Orang kelima kemudian datang setelah kepergian orang keempat dari hadapan Ali. Ketika menjawab pertanyaan orang ini, Ali pun menerangkan, "Jika pemilik harta ada yang menyebutnya pelit, sedangkan pemilik ilmu akan dihargai dan disegani."


Orang keenam lalu menjumpai Ali dengan pertanyaan yang sama pula. Namun tetap saja Ali mengemukakan alasan yang berbeda. Jawaban Ali tersebut ialah, "Harta akan selalu dijaga dari kejahatan, sedangkan ilmu tidak usah dijaga dari kejahatan, lagi pula ilmu akan menjagamu."

Dengan pertanyaan yang sama orang ketujuh datang kepada Ali. Pertanyaan itu kemudian dijawab Ali, "Pemilik ilmu akan diberi syafa'at oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala di hari kiamat nanti, sementara pemilik harta akan dihisab oleh Allah kelak."


Kemudian kesepuluh orang itu berkumpul lagi. Mereka yang sudah bertanya kepada Ali mengutarakan jawaban yang diberikan Ali. Mereka tak menduga setelah mendengar setiap jawaban, ternyata alasan yang diberikan Ali selalu berbeda. Sekarang tinggal tiga orang yang belum melaksanakan tugasnya. Mereka yakin bahwa tiga orang itu akan bisa mencari celah kelemahan Ali. Sebab ketiga orang itu dianggap yang paling pandai di antara mereka.

Orang kedelapan menghadap Ali lantas bertanya, "Antara ilmu dan harta, manakah yang lebih utama wahai Ali?"


"Tentunya lebih utama dan lebih penting ilmu," jawab Ali.


"Kenapa begitu?" tanyanya lagi.


"Dalam waktu yang lama," kata Ali menerangkan, "harta akan habis, sedangkan ilmu malah sebaliknya, ilmu akan abadi."


Orang kesembilan datang dengan pertanyaan tersebut. "Seseorang yang banyak harta", jawab Ali pada orang ini, "akan dijunjung tinggi hanya karena hartanya. Sedangkan orang yang kaya ilmu dianggap intelektual. "

Sampailah giliran orang terakhir. Ia pun bertanya pada Ali hal yang sama. Ali menjawab, "Harta akan membuatmu tidak tenang dengan kata lain akan mengeraskan hatimu. Tetapi, ilmu sebaliknya, akan menyinari hatimu hingga hatimu akan menjadi terang dan tentram karenanya."

Ali pun kemudian menyadari bahwa dirinya telah diuji oleh orang-orang itu. Sehingga dia berkata, "Andaikata engkau datangkan semua orang untuk bertanya, insya Allah akan aku jawab dengan jawaban yang berbeda-beda pula, selagi aku masih hidup."

Kesepuluh orang itu akhirnya menyerah. Mereka percaya bahwa apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas adalah benar adanya. Dan Sayidina Ali memang pantas mendapat julukan "gerbang ilmu". Sedang mengenai diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah tidak perlu diragukan lagi


20 Juni 2010

"Mantra" Korupsi

0 komentar

Sun amathek ajiku ajian korupsi

Nedyo sugih bondo donya sarwo mbejaji

Ora geter telik sandi lawan cerenging jekso

Ora gigrik surak lan supataning sapepodho

Ora tedas tapak paluning hakim kang mbaurekso

Sluman Slumun Slamet

Ngupoyo lenaning kang andum kuwoso

Murih lancar nguras kas kayaning negoro

Hooooooo……..


Ajiku ajian korupsi

Mataku mata birokrat

Kupingku kuping tehnokrat

Lambeku lambe pejabat

Irungku irung pengamat

Dhadaku dhada malaikat

Sikilku sikil masyarakat

Wetengku kebak nikmat

Tanganku tangan konglomerat

Kebat Kliwat mbeburu berkat

Tansah gangsar ndonya akherat

Hoooooooo………


Ajian korupsi satuhu rapalku

Jaran goyang esemku

Semar mendhem caturku

Candramowo paningalku

Welut putih langkahku

Sadengah papan andhon laku

Adol guyu nyaring isu

Dalanku tansah lumintu

Sakkabehing referensi dadi gamanku

Sakkabehing bang dadi bangku

Hoooooooo……..


Ajiku ajian korupsi

Jimatku jimat kolusi

Tamengku tameng kongsi

Payonku payon proteksi

Papanku papan lisensi

Sedulurku koneksi sinorowedi

Citraku citra telepisi

Ugemanku nunggal sawiji

Status quo tansah lestari

Sun amatek ajiku ajian korupsi

Ajian sakti sang anak negeri

So pasti senantiasa is the best number siji

Maka merdekalah aku sampai mati

Hooooooo………..

(Sumber "Kitab")