22 Januari 2009

Kebohongan di Gedung Putih : Warisan Dosa Bush Buat Obama

Hari ini, Selasa (20/1/2009) ini adalah hari terakhir Presiden Bush memimpin negara adidaya AS. Tak cuma Gedung Putih yang diwariskan Bush pada penggantinya, tapi juga setumpuk "dosa-dosa".

"Dosa-dosa" Bush ini diungkap dengan gamblang oleh Scott McClellan, eks jubir Bush, dalam bukunya yang berjudul
What Happened. Buku ini terbit di AS pada April 2008 dan pertengahan bulan ini telah beredar di Indonesia dengan judul Kebohongan di Gedung Putih : Warisan Dosa-dosa Bush bagi Penggantinya. Dengan mudah Anda bisa menemukannya di toko-toko buku terkemuka..

Scott McClellan mengenal dan bekerjasama dengan Bush sejak 1996, saat Bush menjabat Gubernur Texas. Ketika Bush menjadi presiden, Scott menjadi jubir. Dia selalu berada di garda terdepan untuk membela semua kebijakan Bush, termasuk soal perang Irak.

Namun pria kelahiran 14 Februari 1968 itu memutuskan mundur pada 26 April 2006 dengan alasan seperti yang ditulis di bukunya dua tahun kemudian: Gedung Putih penuh tipu muslihat! Dan dia merasa kecewa karena dimanfaatkan untuk menebar kebohongan, termasuk soal perang Irak.

Kebohongan yang menyakitkan Scott dan mendorongnya untuk mundur dari lingkaran Gedung Putih adalah terkait skandal Plame. Singkat cerita, kala itu identitas Valerie Plame, istri eks Dubes AS Joseph Wilson, sebagai agen CIA, bocor ke sejumlah wartawan. Padahal identitas Plame masuk kategori rahasia keamanan negara.

Pers menuduh justru orang Gedung Putih-lah yang membocorkan identitas Plame. Scott yang berada di garis depan dalam relasi dengan pers, menyangkal mati-matian tuduhan itu dalam jumpa pers Jumat 10 Oktober 2003.

"Masalahnya hanya satu. Apa yang saya katakan ternyata tidak benar," tulis Scott.

"Tanpa saya ketahui, saya telah meneruskan berita bohong dan ada lima pejabat teras di pemerintahan Bush yang ikut terlibat di dalamnya: Rove, Libby, Wapres Cheney, Kepala Staf Kepresidenan Andrew Card dan Presiden Bush sendiri," imbuh Scott.

Karl Rove adalah penasihat politik utama Bush, Lewis "Scooter" Libby adalah kepala staf wapres.

Lebih lanjut Scott menulis, "Selama dua tahu berikutnya saya menjabat sebagai juru bicara, kata-kata bohong yang saya ucapkan dalam jumpa pers hari Jumat itu menjadi posisi resmi Gedung Putih terhadap kasus Plame. Saat itu saya tidak menyadari bahwa apa yang saya katakan dan kebohongan besar di baliknya akan menjadi batu sandungan bagi karier saya sebagai juru bicara kepresidenan. Saya telah membiarkan diri saya dimanfaatkan untuk menyebarkan kebohongan."

"Saya tidak menyadari bahwa penyataan saya itu tidak benar sampai media massa mulai mengungkap semuanya hampir dua tahun kemudian. Saya yakin Presiden Bush juga demikian halnya. Dia juga telah dibohongi sehingga tanpa sadar ikut membohongi saya. Namun, petinggi Gedung Putih lain yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi -- termasuk Rove, Libby dan kemungkinan Wapres Cheney -- membiarkan saya, bahkan mendorong saya, untuk menyebarkan kebohongan."

Sejarah telah mencatat, akibat terkuaknya identitas Plame, Judith Miller, wartawati harian The New York Times dan Matthew Cooper, wartawan majalah Time, dipenjara karena menolak mengungkap sumber berita anonim mereka yang memberitahui identitas Plame. Namun Cooper tidak tahan sehingga keluarlah nama Karl Rove, penasihat politik Presiden Bush. Rove pun dipecat dan diadili.

"Ketika kebenaran akhirnya terkuak, kredibilitas saya sebagai juru bicara Gedung Putih sangat ternoda, pengalaman yang sangat menyakitkan bagi saya," ujar Scott.

Scott menyebut Gedung Putih tidak terbuka dan berterus terang mengenai skandal Plame. "Ternyata itulah ciri khas pemerintahan Bush, yang di saat menentukan sering kali memilih untuk menciptakan kesimpangsiuran dan menyimpan rahasia dibandingkan bersikap jujur dan berterus terang," ujar Scott.

Dalam bukunya, Scott menyatakan, skandal Plame ini rupanya bertujuan untuk 'menghukum' atau 'mendiskreditkan' mantan Dubes Joseph Wilson, suami Valerie Plame, yang mengkritik perang Irak. Sebab Joseph Wilson diketahui Karl Rove dkk sebagai sumber anonim di artikel pemenang Pulitzer Prize, Nicolas Kristof, di koran terkemuka New York Times. Dalam artikel itu, Kristof menyitir sumber anonim bahwa dokumen tentang Irak yang membeli fisil uranium atau yellowcake (roti kuning) ke Nigeria untuk mengembangkan nuklir, hanya isapan jempol belaka.

Wilson mengetahui hal itu karena dia pernah ditugaskan pergi ke Nigeria guna mengecek dokumen pembelian 'roti kuning' itu. Sebab berbekal dokumen itulah Bush menginvasi Irak 19 Maret 2003. Dokumen itu belakangan oleh CIA dinyatakan palsu.

Sumber: eramuslim.com


0 komentar: